Sebab Khusus Perlawanan Pangeran Diponegoro Terhadap Belanda adalah

Selamat datang di Katalistiwa, blog untuk berbagi pertanyaan seputar Pendidikan. Kali ini kami akan menjawab pertanyaan dan sekaligus kami akan membahas pertanyaan berikut: Sebab khusus perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda adalah …

 

Sebab Khusus Perlawanan Pangeran Diponegoro Terhadap Belanda adalah

Sebab khusus perlawanan Pangeran Diponegoro terhadap Belanda adalah

Penyebab terjadinya perang Diponegoro dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab umum dan penyebab khusus. Penyebab umum perlawanan terhadap Diponegoro adalah sebagai berikut:

a) Wilayah kerajaan Mataram semakin menyusut dan raja-raja sebagai penguasa pribumi mulai kehilangan kedaulatannya.
b) Belanda mencampuri urusan dalam negeri kesultanan, seperti pergantian raja dan pengangkatan gubernur.
c) Kekecewaan di kalangan ulama meningkat karena masuknya budaya Barat yang tidak sesuai dengan Islam.

d) Beberapa bangsawan kecewa karena Belanda tidak mau mengikuti adat keraton.
e) Beberapa bangsawan kecewa pada Belanda karena mereka menghapuskan sewa tanah aristokrat kepada petani (mulai tahun 1824).
f) Kehidupan masyarakat semakin sengsara jika harus melakukan kerja paksa, dan beban membayar pajak bertambah.

Peristiwa yang menjadi penyebab khusus Perang Diponegoro adalah pemancangan tiang pancang

Belanda untuk membangun jalan lintas tanah dan makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Pemasangan tiang-tiang tersebut dilakukan tanpa izin, dan Pangeran Diponegoro sangat keberatan.

Pembahasan Detail Terjadinya Perang Diponegoro

Perang Diponegoro, juga dikenal sebagai Perang Jawa (Inggris: The Java War, Belanda: De Java Oorlog) adalah perang besar selama lima tahun (1825-1830) di pulau Jawa.

Hindia Belanda (sekarang Indonesia) terbentang. . Pertempuran ini merupakan salah satu pertempuran terbesar yang dialami oleh Belanda selama pendudukan pulau-pulau tersebut, dengan partisipasi pasukan Belanda di bawah Jenderal Hendrik Merkus de Kock yang berusaha menekan perlawanan rakyat Jawa di bawah Pangeran Diponegoro. Akibat perang ini, korban di pihak Jawa berjumlah 200.000 orang, sedangkan korban tewas di pihak Belanda mencapai 8.000 orang Belanda dan 7.000 tentara pribumi. Akhir perang menegaskan kontrol Belanda atas pulau Jawa.[7]

Berbeda dengan perang yang dipimpin Raden Ronggo sekitar 15 tahun sebelumnya, tentara Jawa juga mengincar masyarakat Tionghoa di Jawa sebagai sasaran serangan. Namun, meskipun Pangeran Diponegoro dengan tegas melarang pasukannya untuk bersekutu dengan masyarakat Tionghoa, beberapa pasukan Jawa di pantai utara (sekitar Rembang dan Lasem) menerima bantuan dari Tionghoa setempat, yang sebagian besar beragama Islam.

 

Inilah Pembahasan yang kami rangkum dari berbagai sumber oleh tim Katalistiwa . Semoga bermanfaat.